Konsep Belajar Mandiri
Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri. Seringkali orang menyalahartikan belajar mandiri sebagai belajar sendiri. Kesalahpengertian tersebut terjadi karena pada umumnya mereka yang kuliah di Universitas Terbuka cenderung belajar sendiri tanpa tutor atau teman kuliah. Belajar mandiri berarti belajar secara berinisiatif, dengan ataupun tanpa bantuan orang lain, dalam belajar.
Sebagai mahasiswa yang mandiri, Anda tidak harus mengetahui semua hal. Anda juga tidak diharapkan menjadi mahasiswa jenius yang tidak membutuhkan bantuan orang lain. Salah satu prinsip belajar mandiri adalah Anda mampu mengetahui kapan Anda membutuhkan bantuan atau dukungan pihak lain. Pengertian tersebut termasuk mengetahui kapan Anda perlu bertemu dengan mahasiswa lain, kelompok belajar, pengurus administrasi di UPBJJ, tutor, atau bahkan tetangga yang kuliah di universitas lain. Bantuan/dukungan dapat berupa kegiatan saling memotivasi untuk belajar, misalnya, mengobrol dengan tetangga yang kuliah di universitas lain, seringkali dapat memotivasi diri kita untuk giat belajar. Bantuan/dukungan dapat juga berarti kamus, buku literatur pendukung, kasus dari surat kabar, berita dari radio atau televisi, perpustakaan, informasi tentang jadwal tutorial, dan hal lain yang tidak berhubungan dengan orang.
Yang terpenting adalah Anda mampu mengidentifikasi sumber-sumber informasi. Identifikasi sumber informasi ini dibutuhkan untuk memperlancar proses belajar Anda pada saat Anda membutuhkan bantuan atau dukungan.
Pembelajaran dengan Sistem Belajar Mandiri
Belajar mandiri memposisikan pebelajar sebagai subyek, pemegang kendali, pengambil keputusan atau pengambil inisiatif atas belajarnya sendiri. Dengan demikian, kemampuan dalam mengendalikan atau mengarahkan belajarnya sendiri merupakan sarat utama bagi pebelajar. Kemampuan ini juga merupakan faktor penting untuk diperhatikan dan dibangun oleh penyelenggara program atau tutor.
Kemampuan dalam mengendalikan atau mengarahkan belajar sendiri seseorang pada dasarnya merupakan suatu kontinum. Grow (1991) mengklasifikasikan kontinum tersebut kedalam empat tahap: 1) pebelajar yang tergantung (dependent learner), 2) pebelajar yang tertarik (interested learner), 3) pebelajar yang terlibat (involved learner) dan 4) pebelajar mandiri (independent learner). Keempat tahapan model belajar mandiri tersebut dapat digambarkan seperti dalam table 2 sebagai berikut:
Model Tahapan Kecakapan Belajar Mandiri menurut Grow : Tahap Pebelajar Peran Tutor Contoh 1 Dependent Otoriter, Pelatih Ceramah, melatih dengan umpan balik langsung. 2 Interested Motivator, Pembimbing Ceramah + diskusi terpimpin 3 Involved Fasilitator Proyek kelompok, diskusi yang difasilitasi oleh tutor, seminar.4 Self-Directed Konsultan, delegator Kerja individu, kelompok belajar. Sumber: Grow (1991)
Berdasarkan model tahapan belajar mandiri Grow diatas, pebelajar yang mempunyai karakteristik tahap 1 dan 2 akan sangat sulit mengikuti pendidikan dengan sistem belajar mandiri. Robert Kizlik (2001) mengembangkan skala kecakapan dan kesiapan belajar jarak jauh (Distance Education Aptitude and Readiness Scale (DEARS)) sebagai salah satu panduan bagi para calon mahasiswa pendidikan jarak jauh. Skala tersebut terdiri atas 15 butir pernyataan dengan skala dari 1 sampai dengan 5. Mereka yang mempunyai skor 44 kebawah, sebaiknya jangan memaksakan diri untuk mengikuti pendidikan dengan sistem belajar mandiri (dalam konteks ini, pendidikan jarak jauh).
Pebelajar dengan karakteristik tahap 3 (involved learners), telah mempunyai keterampilan dan pengetahuan serta memandang dirinya sebagai partisipan dalam belajarnya sendiri. Dalam hal ini, tutor/instruktur berperan sebagai fasilitator yang berkonsentrasi pada upaya memfasilitasi, mengkomunikasikan dan mendukung pebelajar tersebut dalam menggunakan keterampilan yang telah mereka miliki.
Pebelajar dengan karakteristik tahap 4 (self-directed learners) sudah mampu menyusun tujuan dan standar belajarnya sendiri, baik dengan atau tanpa bantuan ahli. Ia telah mampu memanfaatkan ahli, lembaga dan sumber-sumber lain untuk mencapai tujuan belajarnya. Pebelajar mandiri bukan berarti penyendiri, tapi ia telah mampu berkolaborasi dengan orang lain baik dalam klub atau kelompok belajar informal. Dalam hal ini, tutor/instruktur berperan sebagai konsultan untuk terus memberikan delegasi atau memberdayakan kemampuan belajarnya.
Dengan demikian, dalam pendidikan dengan sistem belajar mandiri, kecakapan dan kesiapan dalam belajar secara mandiri merupakan sarat utama. Berdasarkan tahapan belajar mandiri model Grow, pebelajar yang masih memungkinkan untuk dapat mengikuti sistem belajar mandiri adalah pebelajar pada tahap 3 (involved learners) dan 4 (self-directed learners). Karakteristik pebelajar ini hendaknya menjadi pertimbangan penting bagi penyelenggara pendidikan, terutama tutor.
Perkembangan Sistem Belajar Mandiri Berbasis E-Learning
Pembelajaran dewasa ini menghadapi 2 tantangan. Tantangan yang pertama datang dari adanya perubahan persepsi tentang belajar itu sendiri dan tantangan kedua datang dari adanya teknologi informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan perkembangan yang luar biasa. Konstruktivisme pada dasarnya telah menjawab tantangan yang pertama dengan meredefinisi belajar sebagai proses konstruktif dimana informasi diubah menjadi pengetahuan melalui proses interpretasi, korespondensi, representasi, dan elaborasi.
Sementara itu, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat yang menawarkan berbagai kemudahan-kemudahan baru dalam pembelajaran memungkinkan terjadinya pergeseran orientasi belajar dari outside-guided menjadi self-guided dan dari knowledge-as-possesion menjadi knowledge-as-construction. Lebih dari itu, teknologi ini ternyata turut pula memainkan peran penting dalam memperbaharui konsepsi pembelajaran yang semula fokus pada pembelajaran sebagai semata-mata suatu penyajian berbagai pengetahuan menjadi pembelajaran sebagai suatu bimbingan agar mampu melakukan eksplorasi sosial budaya yang kaya akan pengetahuan.
Pembaruan teori belajar melalui notion konstruktivisme dan pergeseran-pergeseran yang terjadi karena adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi merupakan dua hal yang sangat sejalan dan saling memperkuat. Konstruktivisme dan teknologi komputer, secara terpisah maupun bersama-sama telah menawarkan peluang-peluang baru dalam proses pembelajaran, baik di ruang kelas, belajar jarak jauh maupun belajar mandiri. Salah satu tulisan (Tam. M, Educational Technology, Volume 3 Number 2, 2000) melaporkan bahwa komputer dapat secara efektif digunakan untuk mengembangkan higher-order thinking skills yang terdiri dari kemampuan mendefinisikan masalah, menilai (judging) suatu informasi, memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang relevan.
Perangkat berbasis teknologi lainnya yang diharapkan dapat digunakan dalam upaya mengembangkan lingkungan belajar yang lebih produktif adalah video discs, multimedia/hypermedia, e-mail dan internet, disamping piranti lunak Computer Assisted Instruction/Intelligent Computer Assisted Instruction (CAI/ICAI) yang tersedia dalam bentuk CD ROM (Prakoso, 2005).
E-learning merupakan suatu teknologi informasi yang realtif baru di Indonesia. E-learning terdiri dari dua bagian, yaitu ‘e’ yang merupakan singkatan dari ‘elektronic’ dan ‘learning’ yang berarti ‘pembelajaran’. Jadi e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer.
Dengan demikian maka e-learning atau pembelajaran melalui online adalah pembelajaran yang pelaksananya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, videotape, transmisi satelit atau komputer.
Dalam perkembanganya, komputer dipakai sebagai alat bantu pembelajaran, karena itu dikenal dengan istilah computer based learning (CBL) atau computer assisted learning (CAL). Saat pertama kali komputer mulai diperkenalkan khususnya untuk pembelajaran, maka komputer menjadi popular dikalangan anak didik. Hal ini dapat dimengerti karena berbagai variasi teknik mengajar bisa dibuat dengan bantuan kompter tersebut. Maka setelah itu teknologi pembelajaran terus berkembang dan dikelompokan menjadi dua yaitu : 1). Technology-based learning 2). Technology-based Web-learning Technology based-learning ini pada prinsipnya terdiri dari dua, yaitu audio information technologies (audio tape, radio, voice mail, telepone ) dan video information technologies (video tape, nideo text, video messaging). Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah data information tecbnologies (bulletin board, internet, email, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video). Teknologi ini juga sering dipakai pada pendidikan jarak jauh, dimaksudkan agar komunikasi antara murid dan guru bisa terjadi dengan keunggulan teknologi e-learning ini. Sedangkan interaksi antara guru dan murid bisa dilaksanakan melalui cara langsung (synchronous) atau tidak langsung, misalnya pesan direkam dahulu sebelum digunakan. Cara ini dikenal dengan nama e-synchronous.
Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri. Seringkali orang menyalahartikan belajar mandiri sebagai belajar sendiri. Kesalahpengertian tersebut terjadi karena pada umumnya mereka yang kuliah di Universitas Terbuka cenderung belajar sendiri tanpa tutor atau teman kuliah. Belajar mandiri berarti belajar secara berinisiatif, dengan ataupun tanpa bantuan orang lain, dalam belajar.
Sebagai mahasiswa yang mandiri, Anda tidak harus mengetahui semua hal. Anda juga tidak diharapkan menjadi mahasiswa jenius yang tidak membutuhkan bantuan orang lain. Salah satu prinsip belajar mandiri adalah Anda mampu mengetahui kapan Anda membutuhkan bantuan atau dukungan pihak lain. Pengertian tersebut termasuk mengetahui kapan Anda perlu bertemu dengan mahasiswa lain, kelompok belajar, pengurus administrasi di UPBJJ, tutor, atau bahkan tetangga yang kuliah di universitas lain. Bantuan/dukungan dapat berupa kegiatan saling memotivasi untuk belajar, misalnya, mengobrol dengan tetangga yang kuliah di universitas lain, seringkali dapat memotivasi diri kita untuk giat belajar. Bantuan/dukungan dapat juga berarti kamus, buku literatur pendukung, kasus dari surat kabar, berita dari radio atau televisi, perpustakaan, informasi tentang jadwal tutorial, dan hal lain yang tidak berhubungan dengan orang.
Yang terpenting adalah Anda mampu mengidentifikasi sumber-sumber informasi. Identifikasi sumber informasi ini dibutuhkan untuk memperlancar proses belajar Anda pada saat Anda membutuhkan bantuan atau dukungan.
Pembelajaran dengan Sistem Belajar Mandiri
Belajar mandiri memposisikan pebelajar sebagai subyek, pemegang kendali, pengambil keputusan atau pengambil inisiatif atas belajarnya sendiri. Dengan demikian, kemampuan dalam mengendalikan atau mengarahkan belajarnya sendiri merupakan sarat utama bagi pebelajar. Kemampuan ini juga merupakan faktor penting untuk diperhatikan dan dibangun oleh penyelenggara program atau tutor.
Kemampuan dalam mengendalikan atau mengarahkan belajar sendiri seseorang pada dasarnya merupakan suatu kontinum. Grow (1991) mengklasifikasikan kontinum tersebut kedalam empat tahap: 1) pebelajar yang tergantung (dependent learner), 2) pebelajar yang tertarik (interested learner), 3) pebelajar yang terlibat (involved learner) dan 4) pebelajar mandiri (independent learner). Keempat tahapan model belajar mandiri tersebut dapat digambarkan seperti dalam table 2 sebagai berikut:
Model Tahapan Kecakapan Belajar Mandiri menurut Grow : Tahap Pebelajar Peran Tutor Contoh 1 Dependent Otoriter, Pelatih Ceramah, melatih dengan umpan balik langsung. 2 Interested Motivator, Pembimbing Ceramah + diskusi terpimpin 3 Involved Fasilitator Proyek kelompok, diskusi yang difasilitasi oleh tutor, seminar.4 Self-Directed Konsultan, delegator Kerja individu, kelompok belajar. Sumber: Grow (1991)
Berdasarkan model tahapan belajar mandiri Grow diatas, pebelajar yang mempunyai karakteristik tahap 1 dan 2 akan sangat sulit mengikuti pendidikan dengan sistem belajar mandiri. Robert Kizlik (2001) mengembangkan skala kecakapan dan kesiapan belajar jarak jauh (Distance Education Aptitude and Readiness Scale (DEARS)) sebagai salah satu panduan bagi para calon mahasiswa pendidikan jarak jauh. Skala tersebut terdiri atas 15 butir pernyataan dengan skala dari 1 sampai dengan 5. Mereka yang mempunyai skor 44 kebawah, sebaiknya jangan memaksakan diri untuk mengikuti pendidikan dengan sistem belajar mandiri (dalam konteks ini, pendidikan jarak jauh).
Pebelajar dengan karakteristik tahap 3 (involved learners), telah mempunyai keterampilan dan pengetahuan serta memandang dirinya sebagai partisipan dalam belajarnya sendiri. Dalam hal ini, tutor/instruktur berperan sebagai fasilitator yang berkonsentrasi pada upaya memfasilitasi, mengkomunikasikan dan mendukung pebelajar tersebut dalam menggunakan keterampilan yang telah mereka miliki.
Pebelajar dengan karakteristik tahap 4 (self-directed learners) sudah mampu menyusun tujuan dan standar belajarnya sendiri, baik dengan atau tanpa bantuan ahli. Ia telah mampu memanfaatkan ahli, lembaga dan sumber-sumber lain untuk mencapai tujuan belajarnya. Pebelajar mandiri bukan berarti penyendiri, tapi ia telah mampu berkolaborasi dengan orang lain baik dalam klub atau kelompok belajar informal. Dalam hal ini, tutor/instruktur berperan sebagai konsultan untuk terus memberikan delegasi atau memberdayakan kemampuan belajarnya.
Dengan demikian, dalam pendidikan dengan sistem belajar mandiri, kecakapan dan kesiapan dalam belajar secara mandiri merupakan sarat utama. Berdasarkan tahapan belajar mandiri model Grow, pebelajar yang masih memungkinkan untuk dapat mengikuti sistem belajar mandiri adalah pebelajar pada tahap 3 (involved learners) dan 4 (self-directed learners). Karakteristik pebelajar ini hendaknya menjadi pertimbangan penting bagi penyelenggara pendidikan, terutama tutor.
Perkembangan Sistem Belajar Mandiri Berbasis E-Learning
Pembelajaran dewasa ini menghadapi 2 tantangan. Tantangan yang pertama datang dari adanya perubahan persepsi tentang belajar itu sendiri dan tantangan kedua datang dari adanya teknologi informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan perkembangan yang luar biasa. Konstruktivisme pada dasarnya telah menjawab tantangan yang pertama dengan meredefinisi belajar sebagai proses konstruktif dimana informasi diubah menjadi pengetahuan melalui proses interpretasi, korespondensi, representasi, dan elaborasi.
Sementara itu, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat yang menawarkan berbagai kemudahan-kemudahan baru dalam pembelajaran memungkinkan terjadinya pergeseran orientasi belajar dari outside-guided menjadi self-guided dan dari knowledge-as-possesion menjadi knowledge-as-construction. Lebih dari itu, teknologi ini ternyata turut pula memainkan peran penting dalam memperbaharui konsepsi pembelajaran yang semula fokus pada pembelajaran sebagai semata-mata suatu penyajian berbagai pengetahuan menjadi pembelajaran sebagai suatu bimbingan agar mampu melakukan eksplorasi sosial budaya yang kaya akan pengetahuan.
Pembaruan teori belajar melalui notion konstruktivisme dan pergeseran-pergeseran yang terjadi karena adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi merupakan dua hal yang sangat sejalan dan saling memperkuat. Konstruktivisme dan teknologi komputer, secara terpisah maupun bersama-sama telah menawarkan peluang-peluang baru dalam proses pembelajaran, baik di ruang kelas, belajar jarak jauh maupun belajar mandiri. Salah satu tulisan (Tam. M, Educational Technology, Volume 3 Number 2, 2000) melaporkan bahwa komputer dapat secara efektif digunakan untuk mengembangkan higher-order thinking skills yang terdiri dari kemampuan mendefinisikan masalah, menilai (judging) suatu informasi, memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang relevan.
Perangkat berbasis teknologi lainnya yang diharapkan dapat digunakan dalam upaya mengembangkan lingkungan belajar yang lebih produktif adalah video discs, multimedia/hypermedia, e-mail dan internet, disamping piranti lunak Computer Assisted Instruction/Intelligent Computer Assisted Instruction (CAI/ICAI) yang tersedia dalam bentuk CD ROM (Prakoso, 2005).
E-learning merupakan suatu teknologi informasi yang realtif baru di Indonesia. E-learning terdiri dari dua bagian, yaitu ‘e’ yang merupakan singkatan dari ‘elektronic’ dan ‘learning’ yang berarti ‘pembelajaran’. Jadi e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer.
Dengan demikian maka e-learning atau pembelajaran melalui online adalah pembelajaran yang pelaksananya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, videotape, transmisi satelit atau komputer.
Dalam perkembanganya, komputer dipakai sebagai alat bantu pembelajaran, karena itu dikenal dengan istilah computer based learning (CBL) atau computer assisted learning (CAL). Saat pertama kali komputer mulai diperkenalkan khususnya untuk pembelajaran, maka komputer menjadi popular dikalangan anak didik. Hal ini dapat dimengerti karena berbagai variasi teknik mengajar bisa dibuat dengan bantuan kompter tersebut. Maka setelah itu teknologi pembelajaran terus berkembang dan dikelompokan menjadi dua yaitu : 1). Technology-based learning 2). Technology-based Web-learning Technology based-learning ini pada prinsipnya terdiri dari dua, yaitu audio information technologies (audio tape, radio, voice mail, telepone ) dan video information technologies (video tape, nideo text, video messaging). Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah data information tecbnologies (bulletin board, internet, email, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video). Teknologi ini juga sering dipakai pada pendidikan jarak jauh, dimaksudkan agar komunikasi antara murid dan guru bisa terjadi dengan keunggulan teknologi e-learning ini. Sedangkan interaksi antara guru dan murid bisa dilaksanakan melalui cara langsung (synchronous) atau tidak langsung, misalnya pesan direkam dahulu sebelum digunakan. Cara ini dikenal dengan nama e-synchronous.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar